Perubahan
budaya atau aspek sosial ternyata merubah cara pandang. Jaman dahulu kala,
manusia mencukupi kebutuhan pangan dengan cara berburu.
Perubahan
budaya atau aspek sosial ternyata merubah cara pandang. Jaman dahulu kala,
manusia mencukupi kebutuhan pangan dengan cara berburu. Setelah lewat era itu,
kebutuhan pangan diusahakan dengan bercocok tanam. Saat ini perkembangan itu
sudah demikian dasyat. Teknologi pangan sudah demikian maju. Dari sekian bahan
pangan yang dimakan oleh manusia ternyata masih banyak berasal dari muka bumi
artinya belum tergantikan oleh produk digital. Dari mulai tanaman di tanam,
dirawat, dipanen, dikemas, didistribusikan hingga di meja makan membutuhkan
inovasi
Namun demikian
pada era industrialisasi global sekitar abad ke-18, peningkatan bahan pangan
yang digenjot habis-habisan ini menyisakan masalah baru. Penggunaan teknologi
saat itu masih menyisakan kesedihan kepada perubahan sosial, ekonomi dan
ekologi saat ini. Penerapan teknologi pertanian konvensional yang membahana
menyebabkan ketergantungan petani menggunakan pupuk kimia dan pestisida kimia.
Pelaksanaan budidaya yang kurang memperhatikan kelangsungan lingkungan hidup.
Bahkan hitung-hitungan yang rasional terhadap pembelajaan sarana produksi
pertanian tidak dihitung sebagai rugi laba.
Beberapa fakta
yang bisa ditemui saat ini berkaitan dengan gagalnya pertanian konvensional
antara lain ;
2. Hilangnya bahan organik dalam
tanah
3. Erosi dan sedimentasi tanah
4. Pencemaran tanah dan air akibat
penggunaan bahan kimia yang berlebihan
5. Residu pestisida dan bahan
berbahaya lainnya
6. Memudarnya konsep gotong royong
masyarakat
7. Berkurangnya luas lahan karena
beralih fungsi jadi tempat industri, dll
Hingga kemudian
para pakar mengemukakan gagasan mengenai pertanian berkelanjutan. Urusan pangan
bukan hanya untuk saat ini tetapi juga untuk masa depan. Bukan hanya untuk kita
tetapi juga untuk anak cucu kita. Food and Agriculture Organization (FAO, 1989)
mendefinisikan pertanian berkelanjutan sebagai manajemen dan konservasi basis
sumberdaya alam, dan orientasi perubahan teknologi dan kelembagaan guna
menjamin tercapainya dan terpuaskannya kebutuhan manusia generasi saat ini
maupun mendatang. Pembangunan pertanian berkelanjutan menkonservasi lahan, air,
sumberdaya genetik tanaman maupun hewan, tidak merusak lingkungan, tepat guna
secara teknis, layak secara ekonomis, dan diterima secara sosial.
Pertanian
berkelanjutan ini tidak lepas dari pemanfaatan teknologi. Tiga pilar pertanian
berkelanjutan antara lain; dimensi Sosial, dimensi Ekonomi dan dimensi Ekologi.
Selain dimensi tersebut penting untuk mengaplikasikan teknologi yang berkaitan
langsung dengan bidang pertanian maupun bidang lain. Teknologi ini harus mampu
memacu peningkatan nilai tambah (value added), daya saing (competitiveness),
dan keuntungan (profit/benefit) produk pertanian.
Organ teknologi
yang diperlukan adalah cara budidaya dan bertani secara berkelanjutan dilakukan
dengan baik, penanganan hasil panen yang baik, pengolahan/pasca panen dan
membangun sistem distribusi yang baik. Indikasi atau ukuran keberhasilan
pelaksanaan teknologi tersebut adalah standar terhadap produk pertaniannya.
Produk pertanian yang baik memenuhi kriteria kualitas, kuantitas dan
kontinuitas. Teknologi yang mampu mendaur ulang proses pemanfaatan (zero waste)
dan pemanfaatan sumberdaya lokal serta diversifikasi merupakan salah satu
bagian dari strategi penguatan teknologi.
Indonesia
merupakan negara besar dan memiliki potensi untuk melaksanakan hal ini.
Sumberdaya cukup melimpah dan didukung oleh iklim yang kondusif. Peran serta
pengambil kebijakan lebih fokus dalam pembangunan bidang pertanian
berkelanjutan akan mengenjot gairah perkembangan pertanian berkelanjutan. Pada
masanya, produk petani Indonesia mampu menjadi daya saing global.[jo]
Setelah lewat
era itu, kebutuhan pangan diusahakan dengan bercocok tanam. Saat ini
perkembangan itu sudah demikian dasyat. Teknologi pangan sudah demikian maju.
Dari sekian bahan pangan yang dimakan oleh manusia ternyata masih banyak
berasal dari muka bumi artinya belum tergantikan oleh produk digital. Dari
mulai tanaman di tanam, dirawat, dipanen, dikemas, didistribusikan hingga di
meja makan membutuhkan inovasi.
Namun demikian
pada era industrialisasi global sekitar abad ke-18, peningkatan bahan pangan
yang digenjot habis-habisan ini menyisakan masalah baru. Penggunaan teknologi
saat itu masih menyisakan kesedihan kepada perubahan sosial, ekonomi dan
ekologi saat ini. Penerapan teknologi pertanian konvensional yang membahana
menyebabkan ketergantungan petani menggunakan pupuk kimia dan pestisida kimia.
Pelaksanaan budidaya yang kurang memperhatikan kelangsungan lingkungan hidup.
Bahkan hitung-hitungan yang rasional terhadap pembelajaan sarana produksi
pertanian tidak dihitung sebagai rugi laba.
Beberapa fakta
yang bisa ditemui saat ini berkaitan dengan gagalnya pertanian konvensional
antara lain ;
1.
Penurunan tingkat kesuburan tanah
2.
Hilangnya bahan organik dalam tanah
3.
Erosi dan sedimentasi tanah
4. Pencemaran tanah dan air akibat penggunaan bahan kimia
yang berlebihan
5.
Residu pestisida dan bahan berbahaya lainnya
6.
Memudarnya konsep gotong royong masyarakat
7.
Berkurangnya luas lahan karena beralih fungsi jadi
tempat industri, dll
Hingga kemudian
para pakar mengemukakan gagasan mengenai pertanian berkelanjutan. Urusan pangan
bukan hanya untuk saat ini tetapi juga untuk masa depan. Bukan hanya untuk kita
tetapi juga untuk anak cucu kita. Food and Agriculture Organization (FAO, 1989)
mendefinisikan pertanian berkelanjutan sebagai manajemen dan konservasi basis
sumberdaya alam, dan orientasi perubahan teknologi dan kelembagaan guna
menjamin tercapainya dan terpuaskannya kebutuhan manusia generasi saat ini
maupun mendatang. Pembangunan pertanian berkelanjutan menkonservasi lahan, air,
sumberdaya genetik tanaman maupun hewan, tidak merusak lingkungan, tepat guna
secara teknis, layak secara ekonomis, dan diterima secara sosial.
Pertanian
berkelanjutan ini tidak lepas dari pemanfaatan teknologi. Tiga pilar pertanian
berkelanjutan antara lain; dimensi Sosial, dimensi Ekonomi dan dimensi Ekologi.
Selain dimensi tersebut penting untuk mengaplikasikan teknologi yang berkaitan
langsung dengan bidang pertanian maupun bidang lain. Teknologi ini harus mampu
memacu peningkatan nilai tambah (value added), daya saing (competitiveness),
dan keuntungan (profit/benefit) produk pertanian.
Organ teknologi
yang diperlukan adalah cara budidaya dan bertani secara berkelanjutan dilakukan
dengan baik, penanganan hasil panen yang baik, pengolahan/pasca panen dan
membangun sistem distribusi yang baik. Indikasi atau ukuran keberhasilan
pelaksanaan teknologi tersebut adalah standar terhadap produk pertaniannya.
Produk pertanian yang baik memenuhi kriteria kualitas, kuantitas dan
kontinuitas. Teknologi yang mampu mendaur ulang proses pemanfaatan (zero
waste) dan pemanfaatan sumberdaya lokal serta diversifikasi merupakan salah
satu bagian dari strategi penguatan teknologi.
Indonesia
merupakan negara besar dan memiliki potensi untuk melaksanakan hal ini.
Sumberdaya cukup melimpah dan didukung oleh iklim yang kondusif. Peran serta
pengambil kebijakan lebih fokus dalam pembangunan bidang pertanian
berkelanjutan akan mengenjot gairah perkembangan pertanian berkelanjutan. Pada
masanya, produk petani Indonesia mampu menjadi daya saing global.[jo]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar